Menurut
Martin dan Briggs (1986), motivasi adalah kondisi internal dan eksternal yang
memengaruhi bangkitnya arah serta tetap berlangsungnya suatu kegiatan atau
tingkah laku. Good dan Brophy (1991) mendefinisikan motivasi sebagai suatu
energi penggerak, pengarah, dan memperkuat tingkah laku; sedangkan Gagne (1985)
mendefinisikan motivasi sebagai sesuatu pengarah dan memperkuat intensitas
suatu tingkah laku. Motivasi seseorang dapat dilihat atau disimpulkan dari
usaha yang ajeg, adanya kecenderungan untuk bekerja terus meskipun sudah tidak berada
di bawah pengawasan, atau adanya kesediaan mempertahankan kegiatan secara
sukarela ke arah penyelesaian suatu tugas (Ardhana, 1992). Dalam hal ini secara
lebih spesifik motivasi belajar dapat dilihat dari karakteristik tingkah laku
siswa yang menyangkut minat, ketajaman perhatian, konsentrasi, dan ketekunan
dalam kegiatan belajar. Di samping itu, motivasi belajar dapat dilihat dari
indikator-indikator seperti keantusiasan dalam belajar, minat atau perhatian
pada, pembelajaran, keterlibatan dalam kegiatan belajar, rasa ingin tahu pada
isi pembelajaran, ketekunan dalam belajar, selalu berusaha mencoba, dan aktif
mengatasi tantangan yang ada dalam pembelajaran.
Keller
(1983) mendefinisikan motivasi sebagai intensitas dan arah suatu perilaku serta
berkaitan dengan pilihan yang dibuat seseorang untuk mengerjakan atau
menghindari suatu tugas serta menunjukkan tingkat usaha yang dilakukannya.
Mengingat usaha merupakan indikator langsung dari motivasi belajar, maka secara
operasional motivasi belajar ditentukan oleh indikator-indikator sebagai
berikut:
a.
tingkat
perhatian siswa terhadap pembelajaran,
b.
tingkat
relevansi pembelajaran dengan kebutuhan siswa,
c.
tingkat
keyakinan siswa terhadap kemampuannya dalam mengerjakan tugas-tugas
pembelajaran, dan
d.
tingkat
kepuasan siswa terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (Keller,
1983; 1987).
Ditinjau
dari tipe motivasi, para ahli membagi motivasi menjadi dua jenis, yaitu sebagai
berikut.
1.
Motivasi
intrinsik, yaitu keinginan bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari
dalam diri individu. Dalam proses belajar mengajar siswa yang termotivasi
secara intrinsik dapat dilihat dari kegiatan yang tekun dalam mengerjakan
tugas-tugas belajar karena merasa butuh dan ingin mencapai tujuan belajar yang
sebenarnya.
2.
Motivasi
ekstrinsik, yaitu adalah motivasi yang keberadaannya karena pengaruh rangsangan
dari luar. Motivasi ekstrinsik bukan merupakan keinginan yang sebenarnya yang
ada di dalam diri siswa untuk belajar; tujuan individu melakukan kegiatan
adalah mencapai tujuan yang terletak, di luar aktivitas belajar itu sendiri,
atau tujuan itu tidak terlibat di dalam aktivitas belajar.
Antara
motivasi intrinsik dan ekstrinsik saling menambah atau memperkuat, bahkan
motivasi ekstrinsik dapat membangkitkan motivasi intrinsik. Dan
definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah
suatu dorongan, baik yang bersifat internal maupun eksternal yang membuat siswa
bergerak, bersemangat, dan senang belajar secara serius dan terus-menerus
selama kegiatan proses belajar.
Keller
(1987) memandang motivasi belajar sebagai a general trait dan a
situation-spesific state. Sebagai suatu general trait motivasi belajar
diasumsikan sebagai suatu kecenderungan siswa yang relatif stabil dalam
kegiatan pembelajaran; sedangkan sebagai suatu situation spesific state,
motivasi belajar diasumsikan sebagai suatu kecenderungan yang tidak stabil
dalam kegiatan pembelajaran, dalam arti motivasi belajar siswa bisa meningkat
dan bisa menurun. Visser dan Keller (1990) mengklasifikasikan motivasi belajar
menjadi empat variabel, yaitu
a.
perhatian
(attention),
b.
relevansi
(relevance),
c.
keyakinan
(confidence), dan
d.
kepuasan
(satisfaction).
Guna
mengetahui seberapa besar motivasi belajar siswa dapat diketahui dari seberapa
jauh perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran; seberapa jauh siswa merasakan
ada kaftan atau relevansi isi pembelajaran dengan kebutuhannya; seberapa jauh
siswa merasa yakin terhadap kemampuannya dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran;
serta seberapa jauh siswa merasa puas terhadap kegiatan belajar yang telah
dilakukan. Keempat variabel tersebut merupakan kondisi-kondisi yang nampak
dalam diri siswa selama mengikuti pembelajaran.
Referensi:
Wena,
Made. 2012. Strategi Pembelajaran inovatif kontemporer (Hal: 32-34). Jakarta:
Bumi Aksara.
No comments:
Post a Comment